Quantcast
Channel: DADANG SUGIANA
Viewing all articles
Browse latest Browse all 10

TAHAP PENYUSUNAN PESAN DALAM PERENCANAAN KOMUNIKASI (Pendekatan Urutan Bermotif/Motivated Sequence)

$
0
0

Oleh: Dadang Sugiana

Pada tahun 1952, Beighley meninjau berbagai penelitian yang membandingkan efek pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti daripada pesan yang tidak tersusun baik. Pada tahun 1960, melaporkan bahwa orang lebih mudah mengingat pesan yang tersusun, walaupun organisasi pesan kelihatan tidak mempengaruhi kadar perubahan sikap (Rakhmat, 1994:295).

Hasil-hasil temuan penelitian itu menunjukkan bahwa penyajian pesan yang tersusun lebih efektif daripada penyajian pesan yang tidak tersusun. Cara-cara penyusunan pesan dalam suatu kegiatan komunikasi sudah sejak lama dibahas dalam retorika. Dengan berpedoman pada pola-pola yang disarankan oleh Aristoteles, retorika mengenal enam macam organisasi pesan: deduktif, induktif, kronologis, spasial, dan topikal.

Selain berdasarkan urutan-urutan tersebut di atas, penyusunan pesan dapat dilakukan berdasarkan urutan psikologis. Urutan secara psikologis mengikuti sistem berpikir manusia seperti yang dipolakan oleh John Dewey (Rakhmat, 1994:295). Urutan pesan yang sejalan dengan proses berpikir manusia disebut oleh Alan H. Monroe sebagai motivated sequence (urutan bermotif).

Raymond S. Ross, seorang ahli psikologi sosial, mengungkapkan proses berpikir manusia dalam susunan sebagai berikut (Rakhmat, 1992:36):

(1) Perhatian dan kesadaran akan adanya kesulitan

(2) Pengenalan masalah atau kebutuhan

(3) Pemisahan keberatan dan sanggahan dalam mencari penyelesaian terbaik

(4) Penjajagan dan visualisasi pemecahan yang ditawarkan

(5) Penilaian rencana yang menghasilkan diterima atau ditolaknya pemecahan masalah.

Hollingsworth dalam the Psychology of Audience menyebutkan lima tugas pokok yang harus diperhitungkan komunikator dalam mempengaruhi khalayak, yaitu: perhatian (attention), minat (interest), kesan (impression), keyakinan (conviction), dan pengarahan (direction). Tahap pertama yang harus dilakukan dalam penyusunan pesan adalah menyusun pesan yang sekiranya dapat membangkitkan perhatian khalayak dengan menggunakan berbagai macam daya tarik. Perhatian harus dipertahankan dengan membangkitkan minat khalayak. Pembangkitan perhatian dan mempertahankan minat khalayak dapat dilakukan dengan menggunakan gaya bahasa yang menarik, lucu, dan bila perlu yang kontroversial. Sebagai contoh, untuk membangkitkan perhatian dan minat khalayak terhadap gagasan kita mengenai “Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil”, kita dapat memulai penyampaian isi pesan kita dengan kalimat: “Gaji pegawai negeri tidak perlu dinaikkan”. Pernyataan itu sudah pasti akan mengundang perhatian, rasa penasaran atau rasa ingin tahu khalayak tentang isi pembicaraan kita lebih lanjut. Selanjutnya kita sambung dengan pernyataan: “Hal itu perlu dilakukan mengingat sebagian besar pegawai negeri tidak memiliki disiplin kerja. Jika para pegawai negeri sudah memiliki disiplin kerja yang tinggi, maka gaji mereka perlu segera dinaikkan, bila perlu sampai tiga kali lipat gajinya saat ini”. Pernyataan lanjutan tersebut, setidak-tidaknya akan menumbuhkan kesan dan keyakinan pada diri khalayak, bahwa bila mereka ingin naik gaji maka mereka perlu meningkatkan disiplin. Pada tahap selanjutnya, kita harus menunjukkan pada khalayak tentang tindakan-tindakan yang perlu segera dilakukan bila mereka oingin harapannya untuk naik gaji tiga kali lipat cepat diwujudkan.

Selanjutnya, Raymond S. Ross (1974) mengemukakan sistem penyusunan pesan sebagai berikut:

(1) Perhatian. Penyampaian pesan harus dimulai dengan upaya untuk menimbulkan perhatian khalayak sehingga memiliki perasaan yang tentang masalah yang sedang dihadapi.

(2) Kebutuhan. Bangkitkan minatkhalayak dan jelaskan perlunya masalah tersebut di atas segera dipecahkan dengan menghubungkannya pada kebutuhan pribadi dan daya tarik motif.

(3)   Rencana. Jelaskan pemecahan masalah tersebut dengan melihat pengalaman masa lalu, pengetahuan dan kepribadian khalayak.

(4) Keberatan. Kemukakan keberatan-keberatan, kontra argumentasi atau pemecahan lainnya.

(5)     Penegasan kembali. Bila arah tindakan yang diusulkan telah terbukti paling baik, tegaskan kembali pesan tersebut dengan ikhtisar, tinjauan singkat, kata-kata pengingat, dan visualisasi.

(6)     Tindakan. Tunjukkan secara jelas tindakan yang harus mereka lakukan.

Hovland, Janis, dan Kelly (1953) dalam bukunya: Communication and Persuassion, yang dikutip oleh Rakhmat (1992:38) beranggapan bahwa penerimaan suatu opini merupakan hasil rangkaian pengalaman belajar. Dalam belajar, manusia mengalami tiga aspek poko: perhatian, pengertian, dan penerimaan. Mula-mula mereka tertarik dengan pesan, kemudian membentuk konsep dan mengartikan lambang-lambang itu. Perhatian dan pengertian khalayak menentukan apa yang akan mereka pelajari dari isi pesan komunikator. Proses penerimaan merupakan proses yang lebih kompleks, karena meliputi faktor predisposisional seperti situasi komunikasi, bentuk pesan, dan kredibilitas komunikator. Dengan demikian, urutan penyampaian pesan harus disusun berdasarkan sikap awal khalayak terhadap gagasan atau pesan kita, situasi yang terjadi di tempat komunikasi akan dilaksanakan, bentuk pesan yang akan digunakan, serta kredibilitas (keahlian, kejujuran, dan daya tarik) kom unikator atau penyampai pesan. Sikap awal khalayak terhadap gagasan yang akan kita sampaikan dapat diketahui melalui kegiatan analisis khalayak; demikian pula tentang situasi komunikasi. Bentuk atau format pesan yang akan digunakan juga akan berpengaruh terhadap daya tarik pesan itu sendiri bagi khalayak. Oleh karena itu, perencanaan bentuk pesan harus merujuk pada kondisi khlayak, baik kondisi sosiologis maupun kondisi psikologisnya. Komunikator yang akan bertindak sebagai penyampai pesan banar-benar harus direncanakan dengan matang; pilihlah komunikator yang benar-benar kredibel di mata khalayak sasaran. Sebagai contoh, untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan, kita harus memilih komunikator yang ahli di bidang itu, misalnya kita pilih seorang dokter yang mampu berkomunikasi dengan baik.

Miller dan Dollard (Rakhmat, 1992:38) juga menghubungkan proses penerimaan gagasan dengan teori belajar dalam psikologi. Menurut Miller dan Dollard, urutan penyusunan pesan harus dimulai dengan penyajian pesan yang sekiranya mampu untuk menimbulkan motivasi untuk belajar pada diri khalayak. Selanjutnya, berikan rangsangan tertentu dan responpositif yang diharapkan, dan jelaskan imbalan positif yang akan mereka peroleh bila menerima gagasan itu.

Sistematika Penyusunan Pesan Menurut Alan H. Monroe

Seperti telah diungkapkan pada bagian pendahuluan modul ini, pembahasan mengenai sistematika penyunan pesan akan lebih difokuskan pada model yang dikembangkan oleh Alan H. Monroe. Pemilihan sub pokok bahasan tersebut didasarkan pada anggapan bahwa model tersebut merupakan model yang paling dikenal luas serta paling mudah dalam penerapannya. Betapa pun klasiknya model atau sistem ini (model ini dikembangkan pada tahun 1962), tetapi tetap merupakan sistem yang lengkap, terurai, dan praktis untuk diterapkan dalam penyusunan pesan, terutama pesan-pesan yang akan disampaikan secara lisan.

Monroe memformulasikan sistematika penyusunan pesan, yang disebutnya dengan istilah urutan bermotif (motivated sequence) dalam akronim yang terkenal, yakni: ANSVA. ANSVA merupakan kepanjangan dari:

Attention         = perhatian

Needs              = kebutuhan

Satisfacrtion    = kepuasan

Visualization   = visualisasi

Action             = tindakan

Berdasarkan sistematika dari Monroe, proses komunikasi (terutama pesan komunikasi persuasif) harus dimulai dengan upaya untuk membangkitkan perhatian khalayak, yang selanjutnya diarahkan pada pembangkitan rasa kebutuhan khalayak terhadap gagasan yang disampaikan, dan diberikan petunjuk cara pemenuhan kebutuhannya. Selanjutnya, khalayak “digiring” untuk memproyeksikan keputusan yang akan diambilnya ke masa yang akan datang, dan diakhiri dengan pernyataan untuk melakukan tindakan.

1. Tahap Perhatian

Tahap membangkitkan perhatian khalayak terhadap ide, gagasan atau program yang ditawarkan merupakan langkah awal yang harus ditempuh ketika kita memulai komunikasi dengan tujuan-tujuan tertentu. Tahap pembangkitan perhatian sangat berpengaruh terhadap proses-proses komunikasi selanjutnya. Bila kita sudah berhasil menarik perhatian khalayak terhadap program-program yang kita tawarkan, maka leangkah-langkah pelaksanaan program selanjutnya cenderung akan lebih lancar. Sebaliknya, bila sejak awal khalayak tidak tertarik dengan program kita maka kita tidak akan memperoleh dukungan, bahkan kita mungkin hanya akan memperoleh ketidakperdulian dan tentangan mereka, yang pada akhirnya akan mengakibatkan kegagalan komunikasi kita. Sebaik apapun program kita, secanggih apapun media yang kita gunakan, dan sekredibel apapun komunikator, komunikasi kita hanya akan menemukan kegagalan jika sejak awal khalayak sasaran tidak menunjukkan perhatiannya. Dengan kata lain, perhatian khalayak merupakan terhadap gagasan atau program kita merupakan kunci sukses proses komunikasi kita.

Khalayak dapat memperhatikan gagasan atau program kita secara sengaja, bila mereka berkeinginan untuk menyimaknya. Sebagai seorang ahli komunikasi, khususnya ahli dalam perencanaan pesan dan media komunikasi, kita harus mampu merumuskan bentuk, gaya, dan imbauan pesan yang dapat menarik perhatian mereka. Salah faktor yang menentukan daya tarik pesan bagi khalayak, seperti telah diungkapkan pada bagian terdahulu, adalah bila pesan tersebut bersentuhan langsung dengan situasi dan kondisi khalayak. Bila kita memulai membuka komunikasi kita dengan pernyataan-pernyataan yang menyinggung kejadian yang sedang atau telah terjadi di sekitar lingkungan khalayak, maka khalayak akan tumbuh perhatiannya.

Sebagai contoh, ketika kita ingin menawarkan program perbaikan jalan di sebuah perkampungan atau kompleks perumahan kepada warga masyarakat di sana dalam suatu forum rapat warga, kita tentu tidak dapat serta merta mengatakan: “Ayo, saudara-saudara! Kita ramai-ramai bergotong royong memperbaiki jalan di lingkungan kita!” Apabila hal itu kita lakukan, niscaya orang-orang akan mencemooh kita, misalnya dengan umpatan: “sok kuasa”, “enak saja, main perintah”, “memangnya dia itu siapa?”, dan sebagainya. Tetapai, bila kita membuka komunikasi kita dengan berkata:

Saudara-saudara, barangkali masih lekat dalam ingatan kita bahwa tujuh hari yang lalu di lingkungan kita ada seorang ibu muda yang sedang hamil tujuh bulan meninggal dunia karena becak yang ditumpanginya terbalik setelah terperosok pada lubang-lubang jalan dan menimpa dirinya.”

Terlepas apakah informasi itu benar-benar berdasarkan atas kejadian ataupun rekaan belaka, dengan penyampaian seperti itu, khalayak kita ajak untuk memperhatikan kita, khalayak kita kondisikan pada situasi “bertanya-tanya”. Setelah mendengar perkataan tersebut, boleh jadi hadirin peserta rapat warga tersebut menjadi gaduh dan  saling bertanya: “siapa sih namanya ibu muda itu?”, “di mana rumahnya?”, “istri siapa dia?”, “bagaimana kejadiannya?”,. dan seterusnya. Hal penting dalam tahap pembangkitan perhatian khalayak, bukan terletak pada apakah pernyataan kita itu benar atau salah, tetapi lebih ditekankan pada apakah menimbulkan rasa ingin tahu atau tidak, apakah membangkitkan rasa penasaran atau tidak.

Pernyataan-pernyataan yang kontroversial juga merupakan cara ampuh untuk menarik perhatian khalayak. Barangkali kita masih ingat, ketika Abdurrachman Wahid, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, menyampaikan gagasan untuk mengganti ucapan “assalamu’alaikum” dengan ucapan “selamat pagi” dengan alasan bahwa ucapan salam tersebut pada kenyataannya lebih banyak digunakan sebagai ungkapan basa-basi dalam pergaulan sehari-hari. Tanggapan masyarakat terhadap gagasan tersebut ramai sekali. Tidak sedikit yang mengecam Gus Dur (panggilan akrab Abdurrachman Wahid) sebagai kyai yang nyleneh, kyai mbeling, kyai sableng, dan bahkan ada pula yang menudingnya sebagai antek-antek Yahudi (Israel), tetapi tidak sedikit pula yang mendukungnya. Pro dan kontra yang terjadi dalam masyarakat seperti itu, bila kita pandang dari sudut komunikasi, menunjukkan bahwa Gus Dur memang ahli dalam membangkitkan perhatian masyarakat terhadap gagasan-gagasannya. Begitu pula ketika dia diisukan memberi rekomendasi pada PB NU untuk menerima sumbangan dari pengelola Sumbangan Dermawan Sosial berhadiah (SDSB); banyak orang yang mengecamnya. Namun demikian, setelah itu perhatian orang pada perlunya SDSB segera dihapuskan semakin marak. Bahkan tidak sedikit ulama bertsama-sama aktivis mahasiswa yang datang ke Gedung DPR untuk berunjuk rasa dan melakukan doa bersama agar SDSB segera dihapuskan. Hasilnya, kita sama-sama tahu bahwa setelah itu SDSB secara resmi dihapuskan oleh pemerintah.

2. Tahap Kebutuhan

Pembangkitan rasa kebutuhan khalayak akan gagasan atau program yang kita tawarkan tergantung pada tujuan komunikasi kita. Dalam komunikasi informatif, pernyataan pesan harus mampu mengkondisikan khalayak bahwa mereka merasakan masih kurangnya pengetahuan tentang pokok persoalan yang akan atau sedang kita bicarakan atau sedang kita bahas, dan menyadari betapa pentingnya informasi yang bakal diterimanya. Apabila khalayak sasaran nyata-nyata belum mengetahui bagaimana cara menanam cabai yang menguntungkan, maka informasi tentang hal itu pasti akan menjadi informasi yang dibutuhkannya. Dalam hal ini, sekali lagi ditekankan betapa pentingnya tindakan untuk menganalisis situasi dan menganalisis khalayak sasaran agar kita dapat dengan akurat mengetahui siapa khalayak sasaran komunikasi kita.

Apabila komunikasi yang kita lakukan berupa komunikasi persuasif yang ditujukan untuk menimbulkan perubahan, pada tahap membangkitkan kebutuhan kita harus membangkitkan rasa tidak puas khalayak pada keadaan. Dengan mengambil contoh ajakan untuk melaksanakan program perbaikan jalan seperti diungkapkan pada Tahap Perhatian, kita dapat menyampaikan pesan-pesan dalam kalimat: “Walaupun kita tidak dapat menolak takdir, namun kejadian seperti itu sesunggunhnya tidak perlu terjadi bila jalanan di lingkungan kita tidak berlubang-lubang”. Pernyataan ini menggiring khalayak bahwa mereka membutuhkan jalan yang mulus, dan inilah sebenarnya pokok gagasan kita. Khalayak barangkali akan saling bergumam: “Benar, ya! Kita memang perlu segera memperbaiki jalan.” Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa tahap membangkitkan kebutuhan khalayak akan program kita telah berhasil.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah bahwa isi dan penyusunan pesan yang baik adalah yang dapat “menjawab” kebutuhan khalayak, gagasan yang dapat membantu khalayak memenuhi kebutuhannya, memecahkan persoalannya.

Bila komunikasi kita merupakan komunikasi lisan, misalnya pidato, pada tahap membangkitkan kebutuhan, menurut Rakhmat (1992:39-40), ada empat macam teknik pengembangan pesan yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Pernyataan; yakni kita menyatakaan masalah tertentu atau menyatakan pentingnya informasi yang akan disampaikan.

b. Ilustrasi; yakni menceritakan beberapa contoh untuk menggambarkan kebutuhan.

c. Ramifikasi; yakni penambahan contoh dan teknik-teknik lainnya dalam mengembangkan bahasan untuk menambah kesan dan keyakinan.

d. Penunjukkan; yakni menunjukkan hubungan antara kebutuhan itu dengan orang lain yang diajak bicara.

3. Tahap Pemuasan

Tahap pemuasan adalah tahap berisi penawaran jalan keluar atau jalan pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan yang sedang dirasakan oleh khalayak. Pada tahap ini kita berusaha agar khalayak memahami dan menyetujui gagasan kita. Pernyataan berikut ini merupakan contoh pernyataan untuk memberikan pemuasan:

“Saudar-saudara, jelaslah bagi kita bahwa pada saat sekarang ini kita memerlukan jalan yang rata, tidak berlubang, demi keamanan dan kenyamanan lingkungan kita. Kita bisa meujudkannya apabila kita bersedia bahu-membahu, bergotong royong memperbaikinya bersama-sama.”

4. Tahap Visualisasi

Tahap visualisasi adalah tahap memproyeksikan gagasan atau program kita ke masa yang akan datang. Pada tahap ini kita mengajak khlayak untuk berpikir ke masa depan tentang untung dan ruginya bila program yang kita tawarkan itu diterima atau ditolak. Karena memang tujuan kita agar program kita itu disetujui dan dilaksanakan, maka hal-hal yang menguntungkan bila gagasan kita diterima harus lebih ditonjolkan, begitu pula hal-hal yang merugikan bila menolak gagasan kita.

Pernyataan di bawah ini merupakan contoh visualisasi:

Tidak dapat kita bayangkan, betapa kita akan sedih bila kejadian yang menimpa ibu muda itu suatu hari nanti terjadi pula pada anggota keluarga kita. Tidak mustahil, korban selanjutnya adalah anak kita, istri kita, ibu kita, atau tetangga kita. Tetapi, kita tidak usah terlalu kuatir. Kejadian seperti itu dapat kita hindari apabila kita tidak menunda-nunda waktu untuk segera ramai-ramai memperbaiki jalan kita. Bila jalanan kita mulus, maka anak-naka kita yang bermain-main naik sepeda akan aman dari kecelekaan terperosok lubang, istri-istri kita akan merasa aman naik becak ke pasar untuk berbelanja, dan kita pun akan merasa tentram untuk meninggalkan mereka berangkat ke tempat kerja.”

5. Tahap Tindakan

Tahap tindakan biasanya dilakukan dalam komunikasi lisan atau pidato yang bersifat persuasif. Fungsinya adalah untuk merumuskan tahap visualisasi dalam bentuk sikap dan keyakinan tertentu atau tindakan nyata. Tahap ini tidak boleh terlalu panjang. Pernyataan: “Mari kita segera melakukan perbaikan jalan di lingkungan kita!” merupakan contoh pernyataan dalam tahap tindakan.



DAFTAR PUSTAKA

Berlo, D.K., 1960, The Process of Communication, An Introduction to Theory        and Practice, Holt, Rinehart and Winston, Inc., New York.

Fisher, B.A., 1978, Teori-Teori Komunikasi, disunting oleh Jalaluddin Rakhmat,    Remaja Rosda Karya, Bandung.

King, S.W., 1975, Communication and Social Influence, Addison-Wesley Publishing, Co., Inc., New York.

Rakhmat, J., 1992, Retorika Modern: Pendekatan Praktis, Remaja Rosda Karya,    Bandung.

_______, 1994, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Bandung.



Viewing all articles
Browse latest Browse all 10

Trending Articles